Oleh : Hendri Yandri
DUKU Jambi terkenal karena kekhasan cita rasanya, selain manis juga gurih. Buah asli Jambi dengan nama Lansium domesticum Corr ini menjadi primadona masyarakat Jambi, khususnya daerah Kumpeh dan Selat. Dua daerah ini terkenal sebagai penghasil buah duku dengan cita rasa yang gurih. Ciri khas dari duku Kumpeh dan Selat adalah legit, tidak terlalu manis dan jarang terserang hama. Biasanya jika sudah mencicipi buah duku Kumpeh dan Selat, rasanya tidak mau berhenti memakannya.
Sejak tahun 2014, masyarakat pembudidaya duku di Jambi mulai mengeluh akibat banyak tanaman duku yang mati meranggas. Akibatnya produksi buah duku menurun dan tentu saja berimbas pada pendapatan keluarga petani. Meskipun belum dibudidayakan sebagaimana lazimnya, namun keberadaan tanaman duku menjadi sumber pendapatan petani, terutama pada musim buah. Biasanya petani sudah mendapati tanaman duku diareal lahan pertaniannya secara turun temurun. Artinya tanaman duku ini adalah warisan orang tua dahulu yang telah menanam dan membudidayakannya. Hal ini tampak dari usia tanaman duku yang rata-rata diatas 30 tahun.
Tanaman duku di Jambi umumnya tumbuh disekitar aliran sungai Batanghari, ataupun dialiran sungai dari hulu sampai hilir Batanghari. Ini semua menjadi bukti ilmiah bahwa tanaman duku adalah tanaman yang membutuhkan lahan yang basah dengan tingkat humur yang tinggi. Aliran sungai Batanghari adalah aeral yang kaya akan sumber air serta kaya sumber humus. Setiap tahun sungai Batanghari akan meluap akibat tingginya curah hujan, sehingga airnya masuk keareal pertanaman duku, dan ketika surut, biasanya akan meninggalkan tanah humus. Inilah yang menyebabkan tanah disekitar aliran sungai Batanghari dari hulu sampai hilir menjadi subur.
Duku memerlukan tanah yang kaya humus dengan dreinase yang baik. Misalnya tanah lempung berpasir pH 6 sampai 7, ketinggian sekitar 650 mDPL serta membutuhkan pelindung. Aliran sungai Batanghari dihulunya adalah daerah Bungo, Tebo, Sarolangun, Batanghari serta Muaro Jambi yang semuanya adalah daerah aluvial sungai Batanghari. Sebagai daerah aluvial sungai Batanghari yang kaya akan humus, tentu tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman duku sangat tinggi karena ketersediaan unsur hama yang diperlukan bagi pertumbuhan duku sangat optimal.
Sebagai tanaman warisan, masyarakat Jambi utamanya Kumpeh dan Selat hanya melakukan perawatan tanaman seadanya, tanpa praktek budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practicies). Perawatan itu biasanya dilakukan saat melakukan panen, dimana batang atau dahan yang sudah tidak produktif dipangkas, sementara untuk pemupukan sangat jarang dilakukan. Jikapun ada, masyarakat memanfaatkan kotoran hewan seperti sapi untuk meningkatkan kesuburan lahan dan ketersediaan unsur hara. Namun secara umum, lebih mengandalkan limpahan humus dari sungai Batanghari ketika banjir.
Praktek budidaya seperti ini akhirnya menimbulkan masalah, diantaranya tingginya tingkat serangan penyakit. Laporan Badan Litbang Provinsi Jambi menyebutkan bahwa sejak 2002, tananam duku masyarakat dialiran sungai Batanghari mengalami serangan penyakit, yang terakhir diketahui oleh jamur Phytophthora spp. Jamur ini menyerang batang dan membuat tanaman duku menjadi meranggas. Prayudi 2005, melaporkan bahwa daerah Marosebo dan Malapari kabupaten Batanghari mengalami serangan mati meranggas pada tanaman duku mereka. Gejala yang timbul antara lain, nekrosis di batang yang segera diikuti menguning dan gugurnya daun-daun tanaman, mirip dengan gejala penyakit kanker batang pada durian. Diduga penyakit kanker batang duku disebabkan oleh jamur Phytophthora spp. yang merupakan patogen tular tanah, yang dapat tersebar melalui aliran air sehingga sebaran penyakit semakin meluas. Di beberapa wilayah yang mendapat luapan air sungai Batanghari sewaktu banjir pada musim penghujan, dilaporkan telah menunjukkan adanya gejala sakit. Duku yang sakit segera mati setelah beberapa bulan menunjukkan gejala penyakit, bahkan pertanaman duku di Desa Terusan dan Desa Malapari, pada 3 tahun 2012 telah mengalami kepunahan.
Serangan jamur Phytophthora spp biasanya tinggi pada musim penghujan, akibatnya tanaman duku yang berada disekitar endemik sulit diselamatkan akibat tinggi sebaran spora jamur tersebut. Belum lagi pengetahuan petani terhadap bahaya yang ditumbulkan oleh jamur ini masih minim, sehingga upaya pengendalian menjadi terhambat. Pada prakteknya proses pengendalian serangan penyakit harus dilakukan sedini mungkin, misalnya jika ada satu tanaman yang bergejala seperti meranggas, maka tindakan pengendalian harus segera dilakukan jangan sampai menunggu menyebar ketanaman yang lain.
Gejala umum kulit batang yang terserang setelah kering mengelupas dan tampak adanya bercak-bercak kecoklatan tidak teratur. Bagian batang yang terserang menjadi busuk, warna daun pucat dan kusam serta daun menjadi kaku. Akibat serangan ini tanaman duku kehilangan produksi bahkan mencapai 93%. Pada kondisi tertentu, menyebabkan kepuhanan tanaman. Tingkat perkembangan epidemi penyakit penyakit ini dipengaruhi oleh cuaca, sifat fisika dan kimia tanah, populasi mikroba antagonis, serta keberadaan jamur mikoriza dalam rizosfer. Tingginya kelembapan udara dapat meningkatkan laju infeksi penyakit.
Kini tanaman duku Jambi terancam punah, meski dibeberapa daerah seperti Kumpeh dan Selat masih berproduksi namun tidak maksimal. Masyarakat petani sangat mengharapkan bantuan pemerintah agar tanaman dukunya bisa kembali normal dan berproduksi maksimal. Harapan ini tentu menunggu langkah selanjutnya dari pemerintah agar tanaman duku Jambi yang primadona tidak hilang seperti hilangnya kejayaan Muaro Jambi.
* Penulis adalah Widyaiswara Kementerian Pertanian