KATOE.ID | JAMBI – Salah satu kekayaan mineral yang dimiliki oleh Provinsi Jambi selain Batu Bara, Emas, Minyak dan Gas Bumi, adalah pasir Sungai Batanghari.
Dijuluki sebagai sungai terpanjang di Sumatera, sungai Batanghari memiliki panjang mencapai 800 kilometer dengan lebar bervariasi yakni 300 sampai 500 meter. Untuk kedalamannya sendiri mencapai 6-7 meter.
Pada musim kemarau panjang, sungai Batanghari airnya akan mengalami surut. Saat itu, barulah tampak tumpukan-tumpukan pasir Sungai Batanghari bak pantai.
Dari itu, jangan heran ketika berkunjung ke provinsi Jambi melihat dompeng (alat penyedot pasir) dan tambang galian C di beberapa wilayah sepanjang sungai Batanghari.
Sebab, kandungan pasir dan kerikil yang ada di sungai Batanghari diperkirakan mencapai 25 miliar kubik. Bagi penambangan, biasanya menjual pasir-pasir itu ke provinsi Jambi dan provinsi lainnya.
Biasanya, masyarakat memaafkan pasir Sungai Batanghari ini untuk salah satu bahan bangunan, yakni pengecoran, pembuatan beton dan sebagainya. Selain itu, dalam infrastruktur, pasir ini juga sering digunakan untuk bahan campuran aspal jalan.
Inovasi Baru Pemanfaatan Pasir untuk Pewarna Tekstil Ramah Lingkungan
Namun, dibalik itu semua, baru-baru ini mahasiswa Universitas Jambi (Unja) telah menemukan inovasi baru di sisi sains dan teknologi untuk pemanfaatan pasir yang dinilai ramah lingkungan.
Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta atau PKM-RE Unja yang diketuai oleh Wahyu Kodarta berhasil membuat terobosan baru dalam pemanfaatan pasir Sungai Batanghari dengan melakukan sintesis pasir besi besi menjadi nanopartikel magnetit (Fe304).
Riset ini dilakukan oleh Tim PKM-RE Unja berdasarkan SK 2383/E2/DT.01.00/2023 yang merupakan Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi dan beranggotakan Wahyu Kodarta, July Fitry Sinaga, Martali Uli Pasaribu, Reza Hotna Uli Pane dan Achmad Farizt Ichsan. Mereka dibimbing langsung oleh dosen bernama Restina Bemis, S.Si., M.Si l.
Diketahui, pada metode konvensional dalam sintesis nanopartikel magnetit seringkali memerlukan bahan-bahan kimia yang kompleks dan mahal.
Dengan mahalnya bahan-bahan kimia tersebut, mahasiswa Unja ini lebih memilih jalur yang lebih inovatif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi alam Provinsi Jambi, yakni pasir besi Sungai Batanghari.
Banyaknya jumlah pasir besi di Jambi, menjadi bahan dasar dalam eksperimen revolusioner mahasiswa Jambi ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel Fe3O4 yang dihasilkan memiliki sifat adsorpsi yang luar biasa terhadap pewarna tekstil yakni sebesar 99,43% adsopsi.
Dengan metode inovatif tersebut, para mahasiswa peneliti ini juga memanfaatkan nanas yang dihasilkan dari perkebunan di Jambi, yakni nanas tangkit, di Kabupaten Muarojambi.
Ekstrak kulit nanas tangkit digunakan sebagai bahan penutup (capping agent) dalam proses adsorpsi pewarna tekstil.
Dosen pembimbing, Restina mengatakan, teknologi canggih ini menjanjikan aplikasi yang luas dalam industri tekstil, membuka pintu bagi kemajuan berkelanjutan dalam produksi industri yang ramah lingkungan.
“Ini adalah langkah besar untuk ilmu pengetahuan dan teknologi di kawasan Jambi. Kami berharap temuan ini dapat memberikan sumbangan berarti untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh limbah akibat penggunaan pewarna tekstil,” sebut Restina secara tertulis yang diterima lihatjambi.com pada Kamis 26 Oktober 2023.
Sementara itu, Wahyu mengungkapkan bahwa dirinya dan anggotanya sangat senang dan bersyukur atas keterlibatan dalam melakukan penelitian sekaligus menyumbangkan ide baru dalam dunia sains.
“Semoga temuan ini dapat memberikan kontribusi positif dalam konteks global,” ujarnya.
Dirinya berharap, dengan bahwa terobosan ini, menjadi batu loncatan untuk lebih banyak inovasi di masa depan, serta memberikan sumbangsih berharga bagi industri dan lingkungan.
“Semoga juga prestasi gemilang ini dapat menginspirasi generasi mahasiswa lainnya untuk terus berani berinovasi dan mengangkat nama bangsa di tingkat internasional,” pungkasnya. ***
Sumber: lihatjambi.com