KATOE.ID – Mantan Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menilai Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, layak mendapat gelar pahlawan nasional.
Pendapat itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube pribadinya pada Jumat, 31 Oktober 2025.
Menurut Hasan, selama 32 tahun masa kepemimpinannya, Soeharto telah banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa meski tak lepas dari berbagai kontroversi.
“Menurut saya, Pak Harto layak jadi pahlawan. Dia presiden selama 32 tahun, banyak hal yang dia bangun. Bukan berarti dia tanpa kesalahan,” ujar Hasan.
Setiap Pemimpin Punya Kekurangan
Hasan menegaskan bahwa setiap pemimpin pasti memiliki sisi positif dan negatif yang harus dinilai secara seimbang. Ia menilai publik tidak bisa menilai Soeharto hanya dari kesalahannya semata.
“Presiden sebelumnya juga banyak kesalahan. Kalau mau menilai seseorang mau jadi pahlawan atau tidak, itu bukan berarti dia tanpa cela. Kasih timbangan yang adil,” tegasnya.
Ajakan untuk Objektif dalam Menilai Tokoh Bangsa
Lebih lanjut, Hasan Nasbi mengajak masyarakat dan pemerintah agar objektif dalam menentukan siapa yang layak mendapat gelar pahlawan nasional.
Menurutnya, keputusan tersebut seharusnya didasarkan pada jasa nyata bagi bangsa, bukan sekadar pada penilaian politik atau subjektivitas pribadi.
“Biar bandul itu bisa bergerak. Kalau subjektivitasnya cuma satu, itu bukan timbangan namanya,” kata Hasan.
“Pemerintah dalam mengevaluasi siapa saja yang layak menjadi pahlawan tentu timbangannya harus adil.”
Ia pun menutup dengan pesan agar publik melihat figur Soeharto secara utuh:
“Lebih banyak jasanya atau lebih banyak dosanya? Itu yang harus ditimbang,” pungkasnya.
Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Pro dan Kontra Publik
Isu penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional bukan hal baru.
Sejak beberapa tahun terakhir, wacana ini kerap mencuat dan menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat.
Sebagian pihak menilai Soeharto berjasa besar dalam pembangunan ekonomi dan menjaga stabilitas nasional, terutama pada era 1980-an hingga awal 1990-an.
Namun, sebagian lain mengingatkan adanya catatan pelanggaran HAM, pembatasan kebebasan pers, dan praktik korupsi di masa pemerintahannya.
Mekanisme Pemberian Gelar Pahlawan Nasional
Setiap tahun menjelang Hari Pahlawan (10 November), pemerintah melalui Kementerian Sosial menyeleksi tokoh-tokoh yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional.
Proses ini melibatkan Tim Peneliti, Pengkaji, dan Penilai Gelar Pahlawan Nasional (TP3PN) yang beranggotakan sejarawan, akademisi, serta perwakilan lembaga negara.
Hasil kajian kemudian diserahkan kepada Presiden untuk mendapatkan keputusan akhir. **












