KATOE.ID | JAMBI – Tidak sedikit masyarakat memanfaatkan WiFi yang difasilitasi oleh tempat kerja maupun kafe.
Namun, dibalik itu masyarakat diingatkan agar tetap berhati-hati dalam pengguna WiFi di tempat-tempat seperti itu karena jaringan tersebut dinilai tidak aman.
Masyarakat dinilai perlu lebih berhati-hati saat ingin menggunakan WiFi di kafe, tempat mereka bekerja. Jaringan tersebut dinilai kurang aman.
Seperti yang dikatakan oleh Advisory Security Technical Specialist IBM Indonesia Indra Permana Rusli, para pekerja yang melakukan “bekerja dari kafe” cenderung menggunakan wifi gratis yang tersedia.
Padahal tegasnya, wifi gratis tersebut dapat ditumpangi oleh peretas untuk mengambil data-data pribadi.
Pada acara Digital Transformation Forum for Public Sector dari PT Multipolar Technology Tbk x IBM yang diselenggarakan pada Selasa 17 Oktober 2023, Indra mengingatkan agar pengguna wifi dimanfaatkan oleh peretas. “Jangan sampai wifi tersebut dimanfaatkan peretas untuk mengambil data pribadi kita, terutama data perbankan,” ujar Indra.
Indra pun mengajak seluruh masyarakat untuk selalu skeptis dimanapun mereka berada.
Menurut Indra, jika memang ditemukan wifi publik, masyarakat harus mengecek ulang keamanan wifi tersebut.
“Hal yang sama juga berlaku untuk dokumen ataupun pranala yang dikirim baik orang maupun perusahaan yang baru,” sebutnya.
Menurutnya, masyarakat harus mengecek ulang dan mempertanyakan kebenaran dari informasi tersebut, sebelum membuka dokumen atau laman.
“Jadi konsepnya itu zero trust. Jangan pernah percaya, selalu cek kebenarannya,” ujar Indra.
Sementara itu, Deputi Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN Tedi Bharata juga mengatakan kesadaran keamanan data ini menjadi semakin penting di tengah transformasi digital yang sedang berkembang pesat.
Menurut Indra, hal ini dikarenakan masyarakat yang tidak peka pada keamanan data dapat berimbas pada kerugian perusahaan.
Dikutip dari data Statista, dari rentang angka 0 hingga 5, angka literasi digital Indonesia, terkhusus keamanan digital baru di angka 3,12.
Alhasil, banyak para peretas yang juga memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat pada teknologi, termasuk para pegawai perusahaan.
Berdasarkan data dari McKinsey, ada lima trik rekayasa sosial ataupun penipuan siber yang biasa digunakan oleh para penjahat siber untuk menyerang perusahaan.
Mulai dari mengaku sebagai petugas teknis, penipuan via web, hingga pembajakan.**