KATOE.ID -Pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan marjinal sering menghadapi tantangan, termasuk kualitas tanah rendah seperti tanah berpasir, podsolik merah kuning, ultisol, atau gambut yang miskin unsur hara.
Salah satu masalah utama adalah defisiensi magnesium (Mg), yang dapat menurunkan produktivitas tanaman.
Magnesium berperan penting dalam penyerapan hara lain, termasuk fosfor (P), yang mendukung pembentukan adenosin trifosfat (ATP)—sumber energi utama untuk fotosintesis. Kekurangan Mg menyebabkan klorosis daun, penurunan fotosintesis, dan pada kasus berat dapat menurunkan hasil tandan buah segar (TBS).
Gejala Defisiensi Magnesium
- Muncul pada anak daun yang terpapar sinar matahari, sementara daun terlindung tetap hijau
- Terjadi pertama pada daun tua, kemudian dapat menyebabkan nekrosis
- Dipengaruhi oleh rendahnya ketersediaan Mg, antagonisme dengan kalium (K) dan kalsium (Ca), serta pencucian akibat curah hujan tinggi
Rasio optimal unsur K/Ca/Mg adalah 10/30/60 (Sukarji et al., 2000) untuk memastikan ketersediaan Mg yang ideal bagi tanaman.
Strategi Pengelolaan
Sulung Research Station (SRS) meneliti pemupukan tepat, termasuk jenis pupuk, dosis, dan waktu aplikasi, untuk menjaga ketersediaan Mg di tanah.
Selain itu, penggunaan bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), sehingga Mg lebih stabil dan tidak mudah tercuci.
Dengan kombinasi pemupukan tepat dan bahan organik, perkebunan kelapa sawit dapat:
- Menjamin ketersediaan Mg optimal
- Meningkatkan penyerapan hara
- Mempertahankan produktivitas tanaman secara berkelanjutan
Pendekatan ini membantu petani dan perusahaan kelapa sawit memaksimalkan hasil panen meski berada di lahan marjinal, sekaligus menjaga kesehatan tanah dan keberlanjutan perkebunan. **













