KATOE.ID – Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di kota Jambi membuat banyak kendaraan truk angkutan Batubara mengantri di sejumlah SPBU. Bahkan, para sopir rela menginap dilokasi demi mencukupi BBM kendaraannya guna untuk bekerja lagi.
Nanum, antrian tersebut mengakibatkan kemacetan di sejumlah jalan dekat SPBU di Kota Jambi. Sehingga menjadi keluhan warga yang melintas di jalan tersebut.
Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPRD Kota Jambi, Junedi Singarimbun menilai Pertamina lamban dan berkerja secara tak maksimal. “Kami mengharapkan kepada Pertamina untuk bekerja dengan maksimal,” ujar Junedi, Senin (28/03/22) yang dikutip dari ampar.id Selasa (29/03/22).

Menurut Junedi, Pertamina memiliki hak dan wewenang untuk menjadi fungsi pengawasan dikarenakan Pertamina adalah sebagai operator seperti regulasi yang ada. “Istilahnya fungsi pengawasannya harus berjalan supaya bisa mengatur,” ujarnya
“Rasanya ngatur tidak lah susah ibaratnya gitu, kan ada pembatasan apakah pembatasannya diantri 60 liter atau berapa liter supaya semuanya merasa adil dan dapat,” lanjutnya.
Ia meminta tidak ada lagi antrian panjang yang membuat masyarakat khususnya pengguna jalan umum, merasa tidak nyaman. “Karena jalan umum milik itu bersama bukan milik pihak SPBU yang bisa dipakai untuk antrian kendaraan,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam menyikapi hal tersebut, Wali Kota Jambi, Syarif Fasha mengatakan, dirinya sudah berbicara terkait hal tersebut kepada Kapolda Jambi dan juga Dirlantas Polda Jambi. “Saya sudah bicarakan dengan pak Kapolda dan Dirlantas, terkait maraknya mobil truk mengisi solar subsidi di SPBU,” kata Fasha, Senin (28/03/22) dilansir dari pilarjambi.com.
Ia mengaku sudah mengutuskan Kasat Pol PP, Kadisperindag, Kadishub dan Kabag Ekonomi Pemerintah Kota Jambi untuk berkoordinasi dengan Pertamina dan Hiswana Migas. “Nanti Saya akan kumpulkan semua pemilik SPBU di Kota Jambi,” sebutnya.
Bahkan Ia sudah menyiapkan 3 opsi yang akan ditawarkan oleh Fasha kepada Pertamina untuk mengurai antrian di SPBU Kota Jambi.
Pertama, membatasi distribusi solar di SPBU dalam Kota Jambi. Hanya beberapa SPBU di jalan lingkar yang diberi jatah solar subsidi. “Dalam kota diganti dexlite dan pertamina dex. Tidak lagi diberi jatah solar,” imbuhnya.
Kedua, pihak Pemkot Jambi mengaktifkan kembali tim gabungan seperti sebelumnya, namun hal itu membutuhkan suberdaya manusia yang cukup banyak. “Biayanya juga cukup besar, tapi tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Ketiga, pihaknya mengeluarkan surat untuk membatasi truk CPO, truk batu bara tidak boleh lagi membeli solar subsidi. “Harus solar industri. Jadi pengusaha harus menyiapkan solar di mulut tambang masing-masing. Ada 3 opsi yang akan kami sampikan ke Pertamina, mana yang baik. Kami dalam waktu dekat juga akan menggelar rapat bersama fokompimda terkait ini,” pungkasnya.
Di DPR RI pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI dengan Direksi PT Pertamina (Persero) di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta pada Senin (28/03/22), komisi tersebut meminta pemerintah untuk menambah kuota solar subsidi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat disertai dengan pengawasan distribusi yang ketat agar tepat sasaran.
“Setelah tidak ada PPKM, dulu bis yang antre cuma dua atau tiga. Tapi kan sekarang kadang-kadang sampai seratus jejeran antreannya. Dan angkutan barang juga antreannya tinggi. Harapan kami ditingkatkan lagi kuota bio solar karena kebutuhannya sangat tinggi,” pinta Anggota Komisi VI DPR RI, Khilmi dilansir dari laman resmi dpr.go.id.
Selain itu, Ia juga meminta Pertamina untuk selalu memantau traffic penjualan dan kebutuhan solar di berbagai daerah, agar bisa menerapkan peraturan dan kuota yang jelas agar tidak terjadi antrean panjang di SPBU. “Di POM bensin kan sudah ada sistem digitalisasi, itukan sudah terpantau semua, kita mobil biasa mau beli bio itukan tidak boleh. Kalaupun boleh kita harus menunjukan STNK dan dapatnya sedikit. Semua bisa dilihat sepa yang berhak mendapatkan solar subsidi atau tidak,” jelas Khilmi.
Begitu juga dengan Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade. Ia mengeluhkan perihal masih langkanya solar di SPBU. Menurut Andre, antrean solar di SPBU pada dapilnya seringkali sangat panjang dan mengular.
“Faktanya solar masih mengantre, yang perlu dicatat bagaimana Perpres 191 tahun 2014 itu bisa betul dilaksanakan, Pertamina tentu tidak bisa kerja sendiri. Harus bekerjasama denga aparat untuk melakasanakan Perpres ini. Karena faktanya kita masih melihat antrean di SPBU secara mengular,” elas Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini.
Ia juga meminta agar ada peraturan yang lebih jelas dari pemerintah dan Pertamina terkait pembatasan kendaraan yang bisa menggunakan solar subsidi. “Mobil-mobil yang harganya lebih dari Rp500 juta jangan nganteri subsidi lagi, dan Pertamina harus berani mengusulkan itu ke BPH Migas, harus berani mengusulkan itu ke Menteri ESDM. Supaya betul-betul rakyat yang membutuhkan subdisi itu yang mendapatkannya. Karena antrean yang mengular itu bukan hanya menyulitkan orang untuk mendapatkan solar subsidi, tapi juga mengganggu mobilitas, dan mengganggu pergerakan ekonomi lain,” pungkasnya.
Editor: Alpin.R