KATOE.ID – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022.
Terdapat delapan fraksi yang menyetujui RUU TPKS, yaitu Fraksi Golkar, F-NasDem, F-PKB, F-PAN, F-Demokrat, F-PDIP, dan F-PPP. Adapun salah satu fraksi yang menolak ialah fraksi PKS dengan alasan menunggu pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain itu dalam rapat paripurna ini turut dihadiri oleh sejumlah aktivis dan koalisi LSM perempuan yaitu LBH APIK dan Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.
Di dalam UU TPKS ini ada tiga hal aturan pokok penanganan kasus tindak pidana kekerasan seksual.
- Pertama adalah pemberian dana bantuan kepada korban, dana tersebut digunakan untuk membiayai pemulihan kondisi psikis dan fisik korban dari dampak kekerasan seksual yang menimpanya.
- Kedua, aturan mengenai tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik. Dimana para pelaku pengambilan gambar dan tangkapan layar tanpa hak serta penyebarluasannya akan diancam pidana penjara dan denda.
- Ketiga, perlindungan dan penanganan khusus bagi difabel yang menjadi korban kekerasan seksual.
Adapun berdasarkan UU TPKS Pasal 4 ayat 1 menyebutkan sembilan jenis kekerasan seksual, meliputi:
- Pelecehan seksual fisik;
- Pelecehan seksual non-fisik;
- Pelecehan seksual berbasis elektronik;
- Penyiksaan seksual;
- Pemaksaan kontrasepsi;
- Pemaksaan sterilisasi;
- Eksploitasi seksual;
- Pemaksaan perkawinan; dan
- Perbudakan seksual.
Kemudian pada Pasal 4 ayat 2 mengatur mengenai kekerasan seksual lainnya, meliputi:
- Perkosaan
- Perbuatan cabul
- Persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak;
- Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban;
- Pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
- Pemaksaan pelacuran;
- Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
- Kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
- Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual;
Tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun alasan mengapa jenis kekerasan seksual dibagi menjadi 2 kelompok karena menurut Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya bahwa pembagian tersebut dilakukan karena pengaturan sanksi pidana tidak sepenuhnya diatur dalam RUU TPKS, contohnya pemerkosaan yang sudah diatur dalam revisi KUHP dan UU Kesehatan, hal ini bertujuan untuk mencegah overlapping.
Sumber: ngertihukum.id