KATOE.ID – Melalui ratifikasi Persetujuan Paris atau Paris Agreement dalam UU No 16 tahun 2016 dan penegasan komitmen di Pakta Iklim Glasgow yang bertujuan untuk membatasi kenaikan temperatur global di bawah 2 OC, Indonesia berkomitmen untuk mitigasi perubahan iklim.
Namun, hal tersebut tentunya memiliki konsekuensi tersendiri khususnya dalam arah pembangunan. Tapi, komitmen itu memiliki konsekuensi baik bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk mengubah arah pembangunan menuju pembangunan rendah karbon.
Upaya mitigasi perubahan iklim membutuhkan aksi adaptasi yang terencana, baik melalui pembangunan di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Program Manager Sustainable Energy Access IESR, Marlistya Citraningrum mengatakan sebagai penyumbang karbon terbesar yang berkontribusi dalam perubahan iklim, sektor energi memiliki peran vital dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
“Oleh sebab itu, transisi energi menjadi kunci dalam arah pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau,” sebut Citra dalam Media Gathering di salah satu cafe di Kota Jambi, Selasa (07/06/22).
Sementara ini, upaya pemerintah dalam mitigasi perubahan iklim di sektor energi ialah pemenuhan target bauran energi terbarukan 23 persen pada tahun 2025, penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dan 41 persen dengan bantuan internasional, target net zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Tidak hanya menargetkan untuk memenuhi komitmen netral karbon dalam bauran energi terbarukan, pemerintah mendorong tren energi hijau dan produk hijau dalam industri yang menuntut akselerasi transisi energi di berbagai level sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing serta dapat diserap oleh pasar internasional.
Institut for Esential Services Reform (IESR) mengemukakan ekonomi hijau juga membuka peluang terbukanya lapangan kerja yang lebih banyak dan terdesentralisasi.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), hingga pertengahan tahun 2021, kapasitas pembangkit listrik berbasis energi terbarukan mengalami peningkatan mencapai 217 Mega Watt (MW). Hingga September 2021 total kapasitas pembangkit berbasis energi terbarukan mencapai 10.807 MW. Namun demikian, energi fosil masih mendominasi pasok energi terbarukan dengan persentase 85 persen.
Citra menyampaikan, dalam upaya menuju transisi rendah karbon, pemerintah menargetkan penambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) mencapai 51,6 persen atau 20.923 MW jauh lebih besar dibandingkan penambahan energi fosil sebesar 48,4 persen yang tertuang dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
“Dalam pemenuhan tersebut, pemerintah membuka kesempatan bagi sektor swasta dan berbagai pihak untuk berkontribusi dalam akselerasi transisi energi selama 10 tahun ke depan,” sebutnya.
Arah Pembangunan Rendah Karbon dan Ekonomi Hijau di Daerah
Peran pemerintah daerah dalam arah pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau tentu membutuhkan dukungan ragam instrumen, kebijakan dan regulasi, fiskal, serta sejumlah instrumen pendukung lainnya untuk menjamin proses transisi energi yang berkeadilan.
“Rencana aksi pemerintah daerah dalam transisi energi juga salah satu bentuk usaha kemandirian energi di tingkat daerah,” kata Citra.
Menurutnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berorientasi pada transformasi energi terbarukan serta akselerasi ekonomi Accelerating Low Carbon Energy Transition berbasis teknologi hijau akan menjadi kunci keberhasilan dalam transisi energi di tingkat daerah.
“Pemerintah daerah memegang peran penting untuk implementasi Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang dimandatkan sebagai turunan dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN),” tutur Citra.
Menurut analisis IESR, keberhasilan transisi energi di tingkat daerah akan memberikan beragam manfaat, yakni:
- Biaya sistem kelistrikan yang lebih murah;
- Diversifikasi ekonomi;
- Pengembangan industri baru;
- Munculnya lapangan kerja hijau;
- Perbaikan kualitas udara, tanah, dan air;
- Penurunan biaya kesehatan.
Ia mengatakan, Pemerintah daerah membutuhkan strategi dan kebijakan yang ramah bagi pemangku kepentingan terkait serta rencana aksi terarah
untuk memastikan kelancaran transisi berkeadilan di level daerah.
“Mengingat bahwa transisi energi tidak hanya berpengaruh pada sektor energi namun juga akan mengubah lanskap penyediaan energi dan arah sistem ekonomi dan pembangunan daerah, maka perlu adanya diskusi bagi pemangku kebijakan terkait di tingkat daerah untuk mengintegrasikan isu transisi energi ke dalam rencana pembangunan dan prioritas daerah,” tegasnya.
Provinsi Jambi Salah Satu Wilayah Kerja IESR
Guna menggenjot transisi energi di Jambi dan memaksimalkan potensi energi terbarukan daerah, IESR melakukan kerja sama dengan Dinas ESDM Provinsi Jambi.
Sebagai lembaga riset dan advokasi, IESR bergerak dalam 4 isu besar, yakni:
- Transformasi sistem energi
- Akses energi berkelanjutan
- Ekonomi hijau
- Mobilisasi berkelanjutan.
“Dalam salah satu fokus kerja kami
melalui Program Akses Energi Berkelanjutan adalah mendorong pemanfaatan energi surya di Indonesia,” ujar Citra.
Citra mengatakan, pada tahun 2021 IESR bekerjasama dengan Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi untuk melakukan kerja sama dalam Akselerasi Pemanfaatan Energi Terbarukan di Provinsi Jambi.
“Inisiatif ini bertujuan mendorong implementasi energi bersih terbarukan di Jambi, khususnya melalui teknologi energi surya fotovoltaik (PLTS),” jelasnya.
Beberapa provinsi di Indonesia punya regulasi dan kebijakan yang khusus mengatur PLTS. “Misalnya Jawa Tengah dengan Surat Edaran, Bali dengan Peraturan Gubernur. Jambi sendiri sedang menggodok Rancangan Peraturan Gubernur. Ini disesuaikan dengan kebutuhan atau masing-masing yang ada di provinsi,” jelasnya.
Jambi yang masih berproses untuk memiliki aturan khusus PLTS yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini, salah satunya penyediaan akses energi berupa listrik untuk rumah tangga miskin atau rumah tangga yang belum mendapatkan listrik. “Subsidi listriknya diganti dengan pemanfaatan PLTS,” ujarnya.
Menurut Citra, subsidi listrik diberikan kepada rumah tangga sebesar 450 VA keseluruhan dari 900 VA yang dianggap kurang mampu. “Ini bisa diganti sebenarnya dengan pemanfaatan PLTS, karena panel Surya itu jika dipakai siang hari akan mengurangi konsumsi listrik dari PLN,” lanjutnya.
Meski baru bekerja sama dengan Dinas ESDM Jambi pada tahun 2021 lalu, IESR kedepannya memiliki beberapa program, yakni:
Pertama, optimalisasi pemanfaatan PLTS. “Pemerintah itu bisa mewajibkan bangunan atau kantor pemerintah untuk menggunakan energi terbarukan berupa energi Surya yaitu PLTS Atap. Ini sayangnya, meski bersifat wajib, tapi implementasi di lapangan masih banyak terkendala, baik berupa penganggaran, teknisnya, kebutuhan biayanya berapa, model pengadaannya bagaimana, siapa yang melakukan perawatan dan sebagainya,” kata Citra.
Terkait itu, IESR dan Dinas ESDM Jambi akan mencoba memetakan potensi bangunan-bangunan pemerintah di seluruh provinsi Jambi. Ini dilakukan untuk mendukung rencana aksi konservasi energi yang menjadi prioritas Dinas ESDM Jambi saat ini.
Kedua, mengenai proses penyusunan program Bunda (Bantuan Pengintegrasi untuk dapur dan penerangan rumah tangga) yang sasarannya adalah rumah tangga miskin melalui pemanfaatan energi terbarukan. “Jambi sendiri telah memiliki peraturan khusus mengenai kebijakan subsidi. Jadi selaras dengan program IESR,” sampainya
Ketiga, pelaksanaan rencana energi daerah, karena setiap provinsi diwajibkan oleh pemerintah pusat untuk memiliki rencana target energi terbarukan di tahun 2025. “Kalau nasional, target sasarannya adalah 23 persen di tahun 2025, Jambi agak lebih tinggi sedikit yakni 24 persen di tahun 2025, dan tahun ini baru tercapai 15 persen. Jadi masih ada 9 persen dalam kurun waktu 3 tahun lagi,” jelasnya.
Keempat, penjangkauan dan komunikasi atau peningkatan kesadaran dan pemahaman pada masyarakat dan semua sektor lain. “Isu ini bukan hanya IESR maupun Dinas ESDM yang menjadi fokus, tapi ini tentang gotong royong masyarakat terkait energi terbarukan, karena bisa digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” pungkasnya.
Diketahui, pada saat media gathering yang dilaksanakan IESR juga dihadiri oleh Kepala Bagian Energi Pembaharuan, Dinas ESDM Provinsi Jambi, Pandu. Ia mengapresiasi atas kegiatan tersebut.
“Kami Dinas ESDM Provinsi Jambi menyambut baik dengan program ini yang bersifat membangun Jambi. Semoga potensi-potensi energi terbarukan di provinsi Jambi dapat dimanfaatkan oleh semua elemen masyarakat,” pungkasnya. (Alpin.R)