KATOE.ID – Sebelumnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Nasional Indonesia Tbk (BNI) bekerja sama dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Namun, akhir-akhir ini dikabarkan BRI dan BNI akan hengkang dari BSI.
Informasi akan hengkangnya BRI dan BNI dari BSI tersebut disampaikan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo.
Kartika mengatakan, Kementerian BUMN telah membahas rencana keluarnya dua bank tersebut dari BSI.
Tak hanya itu, kementeriannya juga telah membuka pembicaraan dengan investor potensial untuk menggantikan posisi BNI dan BRI.
Ia membuka investor tersebut datang dari perbankan global.
Kementerian BUMN berharap masuknya investor perbangkan global nantinya bisa membuat BSI naik menjadi bank berkelas dunia.
“Ini akan kita lihat peluang pasarnya. Apabila BNI dan BRI mulai exit, kira-kira siapa yang bisa menggantikan dan berapa besar size-nya,” kata Tiko dilansir dari Antara, Rabu (15/2).
Lebih jauh, BNI hanya menggunakan separuh haknya pada aksi right issue BSI yang dilakukan Desember 2022.
Sedangkan, BRI tidak menggunakan haknya sama sekali pada aksi penguatan modal tersebut.
Akibatnya, kepemilikan saham BNI di BSI menyusut dari 24,85 persen menjadi 23,24 persen.
Sementara, kepemilikan saham BRI juga turun dari 17,25 persen menjadi 15,38 persen.
Sebelumnya, BSI mencatatkan laba bersih Rp4,26 triliun sepanjang 2022 atau tumbuh 40,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan pertumbuhan laba tersebut diiringi dengan peningkatan aset bank dengan kode emiten BRIS yang saat ini mencapai Rp305,73 triliun atau tumbuh 15,24 persen secara tahunan (yoy).
Selain itu, pencapaian laba bersih juga ditopang oleh pertumbuhan bisnis yang sehat dari segmen retail dan wholesale.
Kemudian juga didukung oleh peningkatan dana murah, kualitas pembiayaan yang baik, efisiensi, dan efektivitas biaya serta fee based income (FBI).
Peningkatan laba bersih juga didorong oleh pencapaian kinerja penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp261,49 triliun yang tumbuh 12,11 persen (yoy) dan pembiayaan yang tumbuh 21,26 persen (yoy) menjadi Rp207,7 triliun.**