KATOE.ID – Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) melakukan penyuluhan terkait kesehatan reproduksi kepada Orang Rimba.
Kegiatan ini juga melibatkan lintas sektor Organisasi Perangkat Daerah (OPD), diantaranya Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Penyuluhan kesehatan reproduksi berangkat dari rendahnya kesadaran Orang Rimba terhadap kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, penyuluhan dilaksanakan di Komunitas Orang Rimba yang berada di Kabupaten Tebo, Sarolangun, dan Merangin.
“Kesehatan reproduksi di Orang Rimba termasuk isu yang krusial untuk ditindaklanjuti, mengingat rendahnya pengetahuan Orang Rimba terkait kespro. Tidak sedikit kasus keguguran, kematian anak dan ibu hamil terjadi karena faktor rendahnya pengetahuan kespro pada Orang Rimba,” ujar Rusli Efendi Fasilitator Kesehatan KKI Warsi saat penyuluhan kesehatan di Komunitas Orang Rimba di Desa Semambu, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo pada 29 Juni 2022.
Pengetahuan Orang Rimba akan kesehatan reproduksi masih jauh dari tataran ideal. Kesehatan reproduksi masih mengandalkan pengetahuan dan kearifan lokal. Untuk perempuan yang menstruasi, biasanya menggunakan kulit kayu terab untuk menampung darah menstruasi. Namun, kulit kayu ini sudah sulit ditemukan karena perubahan lingkungan hidup.
Selanjutnya, permasalahan terkait kespro yang dihadapi yaitu usia pernikahan yang relatif masih muda. Bermula dari perempuan rimba sudah dipinang ketika baru mengalami menstruasi. Hal ini menjadi penyebab banyak perempuan rimba yang sudah memiliki anak di usia sangat muda dan berdampak pada kesehatan ibu dan bayi.
“Pengetahuan akan reproduksi masih sangat dasar dan belum memperhatikan kesehatan reproduksi. Saat ini masih sangat jarang perempuan rimba yang memeriksakan kehamilannya, sedangkan untuk persalinan masih dilakukan oleh dukun beranak. sehingga ini menjadi isu penting untuk ditindaklanjuti ke para pihak agar Orang Rimba mendapatkan akses layanan program kespro,” jelas Rusli.
Selain itu, permasalahan kesehatan reproduksi lainnya yang dihadapi adalah jarak umur anak yang relatif sangat dekat. Hal ini terjadi karena tidak adanya perencanaan kehamilan. Ketika perempuan yang sudah mempunyai anak, kehamilan berikutnya tidak direncanakan. Tergantung dengan takdir masing-masing. Apakah dewa mereka akan memberikan anak atau tidak.
Tidak ada perbedaan dalam proses kehamilan untuk mendapatkan anak dalam jenis kelamin tertentu. Kebanyakan perempuan Rimba menikah di usia yang sangat muda. Tidak ada proses pemeriksaan kesehatan bagi perempuan Rimba yang hamil.
“Kami bersama dengan Warsi dan Dinas terkait melakukan penyuluhan kesehatan reproduksi kepada Orang Rimba. Diantaranya mengenai usia ideal pernikahan bagi 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Pentingnya menjaga kesehatan ketika menstruasi, hamil, dan pasca melahirkan. Selain itu juga penyuluhan mengenai jumlah anak dan perencanaan kehamilan,” ujar Zahnidar Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Dinas P3AP2
Selain penyuluhan kespro juga dilakukan juga pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan anak, pelayanan kesehatan dan pengobatan, vaksin Covid-19, Pelayanan KB, dan penyuluhan mengenai keluarga berencana. (*)