KATOE.ID | BALI – Persoalan perubahan iklim terus digaungkan oleh banyak negara. Pada acara The Thirty-ninth session of the Data Buoy Cooperation Panel meetings (DBCP-39) di Courtyard by Marriott Bali Nusa Dua Resort, Bali, Indonesia, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengajak seluruh negara untuk berkolaborasi melakukan pengamatan laut guna mengatasi tantangan perubahan iklim.
Menurut Kepala BMKG ini, ketersediaan data dan informasi yang akurat mengenai laut menjadi salah satu bentuk mitigasi dampak perubahan iklim.
Dengan data tersebut, kata Kepala BMKG, negara-negara di dunia dapat menjadikannya sebagai acuan dalam merumuskan berbagai kebijakan guna mengantisipasi dan meminimalisir risiko yang ditimbulkan dari perubahan iklim itu sendiri.
“Upaya kolaboratif ini sangat penting dalam upaya kita untuk memahami lautan dunia dan ekosistemnya secara komprehensif, sekaligus membina kemitraan global yang memfasilitasi sumber daya dan solusi bersama untuk mengatasi tantangan samudra di planet kita,” ungkap Dwikorita baru-baru ini.
Dwikorita menyampaikan, ketersediaan data dan informasi kelautan yang akurat dan handal juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, pembangunan sektor kelautan dan perikanan, keamanan dan keselamatan pelayaran, serta dapat memperkuat sistem peringatan dini bencana, khususnya tsunami.
Menurutnya, bagi Indonesia sendiri, pengamatan, pemantauan, dan prakiraan kondisi laut menjadi sebuah kebutuhan.
Pasalnya, sebagai negara kepulauan tropis dimana sekitar 70 persen wilayahnya diselimuti oleh air, Indonesia memiliki keseimbangan antara daratan dan lautan yang sangat dipengaruhi oleh interaksi dinamis antara udara dan lautan-penggerak iklim yang sangat penting di wilayah ini.
Di Indonesia, tambah Dwikorita, interaksi darat-laut telah menjadi pendorong utama karakteristik cuaca-iklim.
ENSO dan IOD telah menjadi faktor yang menonjol karena posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Pasifik.
Selain itu, aktivitas Arus Lintas Indonesia (Indonesian Through Flow) juga turut mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di Indonesia.
“Selama tiga tahun terakhir, Indonesia mengalami Triple-Dip La Nina yakni pada tahun 2020-2022. Sementara, di tahun 2023 ini, Indonesia menghadapi kekeringan yang cukup parah yang disebabkan oleh El Nino yang kuat. Oleh karena itu, peringatan dini yang akurat dan tepat waktu menjadi sangat penting dan ketepatan peringatan tersebut sangat bergantung pada data pengamatan laut yang dikumpulkan melalui situs web OceanOPS,” papar Dwikorita.
“Pentingnya pengamatan laut ini selaras dengan peran penting kami di BMKG Indonesia dalam mengeluarkan peringatan dan saran terkait cuaca laut. BMKG Indonesia memenuhi tanggung jawab ini dengan terlibat dalam upaya bersama dalam penelitian, pengembangan, dan inovasi model-model mutakhir, yang memungkinkan prediksi kondisi cuaca laut dan parameter oseanografi yang akurat,” tambah Dwikorita.
Dwikorita juga menegaskan komitmen BMKG Indonesia untuk terus berpartisipasi dalam inisiatif bersama yang bertujuan untuk pemeliharaan dan perawatan Research Moored Array (RAMA) untuk Analisis dan Prediksi Monsun Afrika-Asia-Australia sejak tahun 2015.
BMKG sebagai anggota the Global Ocean Observing System (GOOS) Steering Committees, kata Dwikorita, mendukung penuh berbagai kegiatan dalam kaitannya dengan penguatan koordinasi dan peningkatan jaringan global sistem pengamatan laut untuk mencapai arah strategis bagi program pelampung data GOOS.
Dwikorita berharap, agenda DBCP-39 dapat mengeksplorasi kemajuan terbaru dalam sistem pengamatan laut, penelitian ilmiah, dan aplikasi praktis.
Selain itu, juga merefleksikan kemajuan yang telah dicapai dan memetakan arah ke depan untuk mengatasi berbagai tantangan kritis yang ada di depan. Mulai dari perubahan iklim hingga peristiwa cuaca ekstrem, dari keanekaragaman hayati laut hingga kesehatan laut, topik-topik lain yang memiliki relevansi yang mendalam dengan kesejahteraan masyarakat dunia.
Sementara itu, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan BMKG yang juga sebagai Chair dari DBCP Nelly Florida Riama mengatakan bahwa DBCP adalah rumah untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dan pemikiran dalam menggunakan data buoy sekaligus mengumpulkan dan berbagi pakai data cuaca dan kelautan.
Nelly menyampaikan bahwa sepanjang sejarahnya, DBCP konsisten untuk melayani masyarakat dan sangat penting bahwa semua anggota sepakat untuk menjadi pemilik panel ini dan bertanggung jawab bersama-sama untuk bertumbuh dan mengembangkan diri untuk memahami laut dan atmosfer.
“Dengan berbagi data kita tidak hanya memenuhi kewajiban kita, tetapi juga memberikan jalan bagi penelitian-penelitian yang berharga karena data buoy dapat digunakan untuk sebagai input data untuk pemodelan cuaca , meningkatkan akurasi prakiraan cuaca dan tentunya berkontribusi pada pengurangan resiko bencana,” paparnya.
Sebagai informasi, acara yang diselenggarakan BMKG ini bekerja sama dengan the Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) dan World Meteorological Organization (WMO) tersebut berlangsung sejak 24-27 Oktober 2023.
Acara dilangsungkan secara hybrid dan diikuti oleh seluruh negara anggota WMO dan negara anggota IOC-UNESCO, dimana sebanyak 77 peserta dari 33 negara menghadiri pertemuan ini secara langsung dan tercatat 105 peserta yang mengikuti pertemuan ini secara online. ***