KATOE.ID – Sebagai salah satu organisasi tertua, International Committee Red Cross (ICRC) atau komite palang merah internasional selama berdiri tentunya memiliki banyak hambatan. Namun pada kenyataannya, eksistensi ICRC sebagai organisasi internasional hingga saat ini tetap tidak terbantahkan.
Bukan hanya eksis dalam menjalankan visi misinya selama ini, tetapi ICRC juga turut memberikan kontribusi terhadap perkembangan Hukum Humaniter Internasional (HHI) atau Hukum Prikemanusiaan Internasional (HPI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perkembangannya ICRC sebagai subyek Hukum Internasional memiliki eksistensi yang tidak terbantahkan.

Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh 3 hal pokok, yakni:
- Selama masih ada perang, eksistensi ICRC akan selalu terjaga
- Belum ada organisasi lain yg menjadi competitor.
- Peran ICRC yang telah diakui oleh masyarakat internasional selama bertahun-tahun.
Salah satu peran tersebut adalah pada bidang perkembangan Hukum Humaniter Internasional. ICRC berperan untuk memantau perubahan sifat konflik bersenjata, termasuk diantaranya adalah mengatur konsultasi dengan maksud untuk memastikan kemungkinan mencapai kesepakatan tentang aturan baru dan mempersiapkan rancangan teks untuk diserahkan kepada konferensi diplomatik.
ICRC juga telah menyusun sebuah laporan tentang aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional yang berasal dari Hukum Kebiasaan dan dapat berlaku dalam konflik bersenjata internasional maupun non internasional.
Tentang ICRC

Aksi ICRC didasarkan pada Konvensi Jenewa 1949, Protokol-protokol Tambahan, Anggaran Dasar ICRC dan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, dan resolusi Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
ICRC adalah organisasi yang netral dan mandiri yang bertujuan untuk menjamin perlindungan dan bantuan kemanusiaan bagi korban konflik bersenjata dan situasi kekerasan lain.
ICRC melakukan aksi untuk merespon keadaan darurat dan pada saat yang sama mempromosikan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional dan implementasinya dalam hukum nasional.
Atas inisiatif ICRC, negara-negara mengadopsi Konvensi Jenewa pertama tahun 1864. Sejak saat itu, ICRC, dengan dukungan seluruh Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, terus mendorong pemerintah untuk mengadaptasikan hukum humaniter internasional terhadap keadaan yang terus berubah, terutama terkait perkembangan terkini peralatan dan metode perang, guna memberikan perlindungan dan bantuan yang lebih efektif bagi korban konflik.
Dewasa ini, semua Negara terikat oleh empat Konvensi Jenewa 1949 yang pada masa konflik bersenjata, memberikan perlindungan kepada anggota angkatan bersenjata yang terluka, sakit dan kapal karam, tawanan perang dan warga sipil.
Lebih dari tiga perempat negara di seluruh duni saat ini telah menjadi Negara Pihak pada kedua Protokol Tambahan 1977. Protokol Tambahan I melindungi korban konflik bersenjata internasional, sedangkan Protokol Tambahan II melindungi korban konflik bersenjata non-internasional. Yang terpenting, perjanjian-perjanjian tersebut telah mengkodifikasikan aturan untuk melindungi penduduk sipil dari dampak permusuhan. Protokol Tambahan III 2005 memungkinkan untuk penggunaan lambang tambahan “Kristal Merah” oleh perhimpunan nasional dalam Gerakan.
Dasar hukum aksi kemanusiaan ICRC adalah sebagai berikut:
Keempat Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan I memberi mandat khusus kepada ICRC untuk melaksanakan aksi kemanusiaan dalam situasi konflik bersenjata internasional.
Secara khusus, ICRC mempunyai hak untuk mengunjungi tawanan perang dan interniran sipil. Konvensi-konvensi tersebut juga memberi ICRC hak inisiatif.
Dalam konflik bersenjata non-internasional, ICRC bisa menggunakan hak inisiatif kemanusiaan yang diakui oleh masyarakat internasional dan tercantum pada Pasal 3 ketentuan sama keempat Konvensi Jenewa.
Dalam hal terjadinya gangguan dan ketegangan dalam negeri, dan dalam situasi lain yang membutuhkan aksi kemanusiaan, ICRC juga mempunyai hak inisiatif, yang diakui dalam Anggaran Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
Dengan demikian, ketika hukum humaniter internasional tidak berlaku, ICRC dapat menawarkan pelayanannya kepada pemerintah yang mana tawaran tersebut bukan merupakan campur tangan terhadap urusan internal negara yang bersangkutan.
Pernyataan Misi ICRC
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah organisasi yang tidak memihak, netral, dan independen, yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan, yaitu untuk melindungi kehidupan dan martabat para korban konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya, dan memberi mereka bantuan.
ICRC juga berusaha mencegah penderitaan dengan mempromosikan dan memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal.
Didirikan pada tahun 1863, ICRC merupakan cikal bakal dari Konvensi-konvensi Jenewa dan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. ICRC mengatur dan mengkoordinasi aksi kemanusiaan internasional yang dilakukan oleh Gerakan dalam konflik-konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya.
Penerapan HHI di Saat Perang
Sebrutal apa pun perang ternyata masih ada hukum yang mengaturnya meski pada kenyataannya di lapangan hukum itu tidak mengikat.
Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan mengatur soal bagaimana tentara dan warga sipil boleh diperlakukan dalam perang.
Konvensi Jenewa adalah bagian dari Hukum Internasional yang juga dikenal sebagai Hukum Kemanusiaan dalam Konflik Bersenjata. Tujuan konvensi ini adalah untuk menjadi patokan standar dalam memperlakukan korban perang.
Dikutip dari laman India Today, meski konvensi ini diadopsi pada 1949, seusai Perang Dunia Kedua, namun empat Konvensi Jenewa masih berlaku hingga saat ini.
Dua protokol tambahan diadopsi pada 1977 yang isinya memperluas aturan perang. Kemudian protokol ketiga disepakati pada 2005.
Protokol Pertama memberikan perlindungan bagi warga sipil dan juga militer serta petugas kemanusiaan di tengah perang.
Protokol kedua membahas perlindungan bagi korban yang terjebak di tengah perang, misal perang saudara. Aturan ini tidak berlaku untuk kerusuhan dalam demonstrasi atau tindak kekerasan yang terpisah.
Protokol Ketiga pada Desember 2005 mengadopsi aturan tentang perlindungan terhadap lembaga palang merah atau bulan sabit.
Konvensi Jenewa adalah serangkaian aturan untuk memperlakukan warga sipil, tawanan perang, dan tentara yang berada dalam kondisi tidak mampu bertempur.
Sejauh ini ada 196 negara yang sudah menandatangani dan meratifikasi konvensi 1949. Sejumlah negara juga kemudian tidak menandatangani konvensi ini, seperti Angola, Bangladesh, dan Iran.
Pada 2010 ada 170 negara meratifikasi Protokol Pertama dan 165 negara meratifikasi Protokol Kedua. Negara mana pun yang sudah meratifikasi Konvensi Jenewa tapi tidak meratifikasi protokol tambahannya masih terikat dengan aturan konvensi.
Konvensi Pertama: Konvensi ini melindungi tentara yang terluka dan memastikan perlakuan manusiawi tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, keyakinan atau agama, kekayaan, dan lain-lain.
Konvensi ini melarang penyiksaan, pelecehan martabat individu, dan eksekusi tanpa pengadilan. Konvensi ini juga memberikan hak perawatan dan perlindungan bagi mereka yang terluka.
Konvensi Kedua: Kesepakatan ini memperluas perlindungan seperti yang tertuang pada Konvensi Pertama terhadap tentara angkatan laut yang kapalnya karam, termasuk perlindungan bagi rumah sakit kapal.
Konvensi Ketiga: Kesepakatan yang dibuat pada konvensi 1949 tentang Tawanan Perang yang harus diperlakukan secara manusiawi seperti tertuang pada Konvensi Pertama.
Secara spesifik, tawanan perang hanya diperbolehkan memberikan nama, jabatan, dan nomor identitas mereka kepada para penangkapnya. Pihak mana pun tidak boleh memakai metode penyiksaan untuk menggali informasi dari tawanan perang.
Konvensi Keempat: dalam konvensi ini warga sipil berhak mendapat perlindungan dan perlakuan manusiawi yang sama seperti tentara yang sakit atau terluka seperti tertuang dalam konvensi pertama.
Penerapan Konvensi Jenewa
- Konvensi Jenewa berlaku untuk semua kasus perang yang dideklarasikan oleh pihak-pihak yang bertikai.
- Konvensi ini juga berlaku untuk semua kasus pertikaian bersenjata antara dua atau lebih negara meski tanpa deklarasi perang.
- Konvensi ini berlaku bagi negara yang menandatangani meski negara yang menjadi lawannya tidak menandatangani, tapi aturan ini hanya berlaku jika negara lawan menerima dan menerapkan aturan konvensi.
Apa itu HHI
HHI adalah serangkaian hukum internasional yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam konflik bersenjata.
HHI melindungi semua korban perang, termasuk warga sipil, kombatan yang terluka, ditangkap, atau sudah menyerah. Semua pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata, baik negara atau organisasi di luar negara, terikat oleh HHI.
HHI juga dikenal sebagai hukum perang dalam konflik bersenjata yang aturannya tertuang dalam empat Konvensi Jenewa 1949. Hukum perang ini bersifat universal.
Dalam perang, aturan ini berlaku:
- Merawat korban luka, sakit, karam, baik mereka kawan maupun lawan
- Perlakuan manusiawi terhadap tawanan
- Perlindungan terhadap properti dan individu
- Menghormati palang merah, bulan sabit, dan entitas kemanusiaan
- Hanya boleh menyerang target militer
- Membatasi penggunaan kekerasan
- Tidak boleh ada penyiksaan fisik dan moral terhadap individu, khususnya ketika ingin menggali informasi dari mereka atau pihak ketiga.
(**/Alpin.R)