KATOE.ID – Pemerintah pusat resmi memulai langkah strategis untuk melegalkan pengelolaan sumur minyak rakyat yang selama ini beroperasi di luar sistem resmi. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 dan menjadi tonggak baru dalam tata kelola sumber daya alam berbasis masyarakat.
Rapat koordinasi perdana digelar di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (9/10/2025), dipimpin oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan dihadiri Gubernur Jambi Al Haris, yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET).
Jambi Jadi Daerah Strategis Pengelolaan Sumur Rakyat
Provinsi Jambi disebut sebagai salah satu wilayah dengan konsentrasi sumur minyak rakyat terbanyak di Sumatera, tersebar di Kabupaten Batang Hari, Muaro Jambi, dan Sarolangun. Sebagian besar sumur tersebut selama ini dikelola masyarakat secara tradisional tanpa izin resmi dan tanpa standar keselamatan kerja.
“Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 memberikan ruang besar bagi daerah untuk menata ulang dan melegalkan aktivitas sumur rakyat. Selama ini banyak persoalan muncul, mulai dari limbah berbahaya hingga kecelakaan kerja,” ujar Gubernur Al Haris.
Menurutnya, kebijakan ini membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat serta meningkatkan kewenangan daerah dalam pengawasan langsung sumber daya alam.
“Tinggal kami di daerah yang harus menatanya dengan baik dan mengawasi dengan benar. Terima kasih kepada Bapak Presiden dan Menteri ESDM atas langkah strategis ini,” tambahnya.
Bahlil: Rakyat Harus Dilibatkan dalam Tata Kelola Migas
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pemerintah telah menginventarisasi sekitar 45 ribu sumur minyak rakyat di seluruh Indonesia.
“Selama ini rakyat berjalan tanpa legalitas. Sekarang kita beri mereka tempat dalam sistem. Ini perintah Presiden agar Pasal 33 UUD 1945 benar-benar dijalankan,” tegas Bahlil.
Ia menambahkan, seluruh sumur tersebut nantinya akan dikelola melalui koperasi, BUMD, atau UMKM yang disahkan pemerintah daerah. Dengan model ini, aspek keselamatan kerja, tata lingkungan, dan kualitas produksi akan lebih terjamin.
Seluruh hasil produksi minyak dari sumur rakyat akan dibeli oleh Pertamina atau KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dengan harga sekitar 80 persen dari ICP (Indonesian Crude Price).
Langkah Nyata Reformasi Migas Nasional
Kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi tata kelola sumber daya alam yang lebih inklusif, dengan menempatkan rakyat sebagai pelaku sah di sektor migas.
“Kita ubah paradigma lama. Migas tidak hanya boleh dikelola korporasi besar atau asing. Rakyat harus diberi ruang, asal sesuai aturan dan menjaga keselamatan serta lingkungan,” ujar Bahlil.
Namun, Bahlil mengingatkan bahwa pemerintah daerah kini memikul tanggung jawab besar dalam memastikan koperasi atau UMKM pengelola mampu memenuhi standar operasional dan tidak dikuasai pihak ketiga.
Tindak Lanjut di Daerah
Langkah konkret berikutnya yang ditunggu adalah regulasi turunan di tingkat daerah, termasuk pembentukan koperasi migas rakyat, pelatihan keselamatan kerja, serta pengawasan lingkungan agar kegiatan produksi minyak rakyat berjalan aman dan berkelanjutan.
Dengan implementasi yang baik, legalisasi ini diharapkan mampu mendorong kemandirian energi nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil migas, seperti Jambi. (**)